Banyak jenis pajak yang diperuntukan bagi setiap wajib pajak berbeda-beda, tak terkecuali pajak usaha kecil atau pajak UMKM.
Perlu dipahami, regulasi pajak selalu berubah setiap saat termasuk pajak UMKM.
Oleh karena itu, update tentang ketentuan hingga berapa besaran tarif pajak UMKM adalah berapa persen yang berlaku terbaru wajib diketahui.
Daftar Isi
Seperti diketahui, aturan pajak untuk UMKM terbaru diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan atau UU HPP.
Mau bisnis aman? Ingat pajak!
Terdengar sarkasme, tapi memang begitulah adanya. Betapa kepatuhan pajak itu dapat memengaruhi kelancaran berbisnis.
Karena berbagai aktivitas usaha tidak lepas dari adanya lembar bukti bahwa perusahaan atau sebuah usaha telah memenuhi kewajiban pajaknya.
Misalnya, Kedai Kopi AAA sedang membutuhkan suntikan modal untuk mengembangkan usahanya.
Saat mengajukan pendanaan itulah salah satu syaratnya harus mengantongi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atau NPWP Badan.
Kepemilikan NPWP adalah menjadi salah satu bukti bahwa pemilik Kedai Kopi AAA sebagai Wajib Pajak (WP), yang bisa ditelusuri bagaimana perilaku terhadap kewajiban pajaknya.
Ini adalah salah satu contoh betapa pentingnya perpajakan pada sebuah bisnis yang dijalankan.
Oleh karena itu, jika saat ini Anda berniat memulai usaha, jangan lupa memasukkan perencanaan pajak dalam daftar blueprint usaha dari sekarang.
Simak penjelasan dari Klikpajak.id di bawah ini untuk mengetahui regulasi pajak usaha kecil, tarif pajak final UMKM berapa persen dan ketentuan pajak final atau PPh Final UMKM untuk mempermudah urusan perpajakan Anda.
Kategori UKM sebagai Dasar Pengenaan Pajak UMKM
Perlu dipahami, UMKM tidak hanya wajib pajak pribadi saja tapi juga bisa sebagai WP Badan.
Tidak semua usaha dapat dikategorikan UMKM. Ada kriteria tertentu jenis usaha itu termasuk tergolong sebagai UMKM.
Menurut Undang-Undang No. 20 tahun 2008 tentang UMKM, penggolongan UMKM dibedakan berdasarkan jumlah aset dan total omzet penjualan.
Sedangkan menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia, penggolongan tersebut termasuk jumlah karyawan.
Kategori usaha yang tergolong sebagai UMKM
Kategori UMKM Berdasarkan Omzet
Kategori UMKM didasarkan dari berapa besar jumlah omzet yang didapatkan setiap tahunnya tertera dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang UMKM.
1. Skala Usaha Mikro
- Kekayaan bersih/aset (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha) maksimal Rp50.000.000 setahun
- Hasil penjualan/omzet maksimal Rp300.000.000 setahun
2. Skala Usaha Kecil
- Kekayaan bersih/aset (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha) maksimal >Rp50.000.000 – Rp500.000.000
- Hasil penjualan/omzet maksimal >Rp300.000.000 – Rp2.500.000.000
3. Skala Usaha Menengah
- Kekayaan bersih/aset (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha) maksimal >Rp500.000.000 – Rp10.000.000.000
- Hasil penjualan/omzet maksimal >Rp2.500.000.000 – Rp50.000.000.000
Kategori UMKM Berdasarkan Skala Usaha
Kategori UMKM juga dapat dibedakan berdasarkan skala usahanya untuk menentukan berapa persen pajak yang harus dibayar, diantaranya adalah:
1. Kategori Usaha Mikro
- Tempat usaha tidak menetap atau bisa berpindah-pindah
- Jenis produk yang dijual dapat berubah sewaktu-waktu
- Belum memiliki izin usaha
- Tidak memiliki NPWP
- Belum melakukan pencatatan keuangan
- Masih mencampur keuangan pribadi dan hasil usaha
- Belum ada akses ke bank, tapi memanfaatkan pinjaman non-bank
2. Kategori Usaha Kecil
- Tempat usaha sudah menetap
- Jenis produk yang dijual tidak mudah berubah
- Sudah memiliki pengalaman berusaha
- Memiliki izin usaha
- Memiliki NPWP
- Mengelola administrasi keuangan sederhana
- Memisahkan keuangan pribadi dan uang hasi usaha
- Dapat mengakses modal ke bank maupun non-bank
3. Kategori Usaha Menengah
- Tempat usaha sudah menetap
- Jenis produk sudah tetap
- Memiliki NPWP perusahaan
- Memiliki izin usaha atau mendirikan perusahaan
- Punya SDM yang berpendidikan
- Memiliki manajemen SDM sesuai fungsi dan tugas masing-masing
- Melakukan administrasi keuangan dengan sistem akuntansi
- Memiliki akses modal ke perbankan maupun non-bank
- Melakukan pengelolaan organisasi perburuhan
Kelompok UMKM Berdasarkan Perpajakan
Terdapat 2 kategori UMKM berdasarkan berapa persen pajak yang harus dibayarkan
UMKM dengan penghasilan bruto tertentu
Jadi pajak UMKM dengan omzet atau peredaran bruto tertentu yang harus dibayarkan adalah berapa persen?
Sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2018, UMKM dengan omzet bruto di bawah Rp4,8 miliar setahun dapat menggunakan tarif PPh Final UMKM sebesar 0,5% dari penghasilan bruto.
Sehingga ketentuan penyampaian SPT Tahunan PPh bagi UMKM dengan penghasilan bruto tertentu ini mengikuti tata cara penyampaian SPT tahunan secara umum.
Namun perlu memerhatikan penyampaian informasi penghasilan bruto dan PPh yang telah dibayar atas penghasilan tersebut.
Informasi tersebut harus diisi pada bagian PPh Final yang terdapat pada masing-masing SPT Tahunan PPh.
Serta dilengkapi lampiran khusus daftar rekap penghitungan peredaran bruto dan pembayaran PPh Final PP 23 Tahun 20218 tersebut.
UMKM dengan status PKP
UMKM dengan status Pengusaha Kena Pajak ( PKP ) ini artinya sudah memiliki omzet bruto lebih dari Rp4,8 miliar setahun dan hanya boleh menggunakan tarif PPh normal.
Tarif PPh normal adalah sesuai Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, yakni 25%.
Melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No. 1 Tahun 2020, tarif PPh Badan turun menjadi 22% di 2020 dan 2021, lalu turun menjadi 20% di 2022, dan tambahan 3% menjadi 17% khusus untuk Perseroan Terbuka (Tbk).
Namun pada 2022 pemerintah kembali menerbitkan peraturan perpajakan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021.
Kewajiban Pajak UMKM
Sebagai pengusaha UKM, inilah kewajiban perpajakannya yang dibayarkan perusahaan, yang terdiri dari dua jenis pajak yakni pajak yang dibayarkan ataupun dilaporkan setiap bulannya dan pajak yang dibayarkan serta dilaporkan setiap tahun atau pajak tahunan.
Pajak Bulanan
Pajak yang dibayarkan atau dilaporkan setiap bulannya biasa disebut Pajak Masa, terdiri dari:
1. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21
Jika UKM memiliki karyawan dengan jumlah pegawai termasuk dalam yang dikenakan pajak penghasilan, wajib memotong PPh 21 dari gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran dengan nama serta dalam bentuk apapun yang masih terkait dengan pekerjaan, jasa, juga kegiatan yang dilakukan WP Dalam Negeri, pekerjanya tersebut.
Kemudian menyetorkan hasil pemotongan PPh 21 tersebut ke kas negara. Berikutnya perusahaan harus memberikan lembar bukti potong atau bukti pemotongan PPh 21 ke karyawan atau yang bersangkutan tersebut.
2. PPh Pasal 23
Untuk PPh Pasal 23 lebih ditujukan kepada kategori usaha menengah.
Kewajiban PPh 23 jika perusahaan melakukan transaksi berupa pembayaran dividen/pembagian keuntungan kepada pemegang saham yang berbentuk perusahaan dengan jumlah kepemilikan saham paling besar 25%.
Lalu ketika perusahaan melakukan pembayaran royalti, pembayaran bunga pinjaman selain pada bank, pembayaran hadiah, juga penghargaan dan bonus selain yang dipotong PPh Pasal 21.
Kemudian jika perusahaan melakukan pembayaran sewa atas penggunaan harta, pembayaran imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan dan jasa lain yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 141/PMK.03/2015.
Jadi, perusahaan yang melakukan transaksi PPh 23 ini wajib memotong pajaknya dari WP Orang Pribadi maupun WP Badan Dalam Negeri.
3. PPh Pasal 26
Kewajiban pajak bagi UKM berikutnya adalah PPh Pasal 26 apabila melakukan transaksi dengan WP Luar Negeri.
Transaksi tersebut berupa pembayaran gaji, jasa, dividen, bunga, royalti, sewa, dan lainnya yang terdapat pada PPh Pasal 21 dan PPh Pasal 23.
Sehingga perusahaan memotong PPh 26 atas transaksi tersebut dari WP Luar Negeri, baik itu WP Orang Pribadi Asing maupun WP Badan Asing.
4. PPh Pasal 4 ayat (2)
UKM juga memiliki kewajiban PPh Pasal 4 ayat (2) adalah pajak penghasilan yang dikenakan atas transaksi persewaan atas tanah dan/atau bangunan, pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, penghasilan atas usaha dari jasa konstruksi, dan dari dividen perusahaan yang dibayarkan pada orang pribadi.
Lalu pajak UMKM terkait pasal ini berapa persen? Untuk pemotongan PPh 4 ayat (2) ini bersifat final, jadi penghasilan yang telah dipotong itu tidak diperhitungkan lagi dalam SPT Tahunan PPh Badan.
5. PPh Final UMKM PP 23/2018 (Pajak Final UMKM)
Pengusaha UKM juga dikenakan PPh Final sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2018 tentang PPh atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh WP yang memiliki peredaran bruto tertentu.
Namun, PPh Final UMKM PP 23/2018 ini sebenarnya sifatnya lebih kepada insentif bagi pelaku UKM, khususnya WP Badan yang boleh memilih jenis tarif Pajak Final UMKM PP 23/2018 ini karena lebih kecil dibanding tarif PPh Badan normal yang di mencapai dobel digit.
WP Badan yang bisa menggunakan tarif PPh Final UMKM PP 23/2018 memiliki jangka waktu berbeda-beda sesuai bentuk usahanya, apakah berbentuk CV, Koperasi, Firma, atau PT.
6. PPN
Bagi pengusaha UKM juga diwajibkan atas Pajak Pertambahan Nilai ( PPN ) ketika sudah dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP).
Meski WP Badan maupun WP Pribadi Pengusaha memiliki omzet bruto di bawah Rp4,8 miliar, dapat memilih sebagai PKP.
Sehingga UKM yang telah menjadi PKP ini wajib menerbitkan Faktur Pajak dan dapat mengkreditkan Pajak Masukan yang lebih bayar sebagai pengurang pajak pada penyampaian SPT Tahunan.
Atau, dapat mengkreditkan PPN terutang lebih bayar untuk masa pajak berikutnya maupun melakukan restitusi atau pengembalian pajak lebih bayar.
Pajak Tahunan
Sedangkan kewajiban pajak yang dibayarkan atau dilaporkan secara tahunan atau disebut Tahunan Pajak, adalah:
1. PPh Badan
UKM dengan kategori pengusaha dengan skala usaha menengah dikenakan PPh Badan yang dibayarkan setahun sekali atau melalui angsuran PPh Pasal 25 yang dibayarkan setiap bulan.